Sabtu, 04 Mei 2013

#CeritaDariSTAN: Kuli Bangsa

Cerita Dari STAN adalah rubrik berisi cerita dari anak STAN, yang tentunya berisi pandangan dan pendapat pribadi penulis. Rubrik ini juga menampung curhatan kamu, berbagai opini, pengalaman lucu, baik ataupun buruk, atau sekedar berkeluh-kesah. Pokoknya semua cerita sebagai Mahasiswa, deh. Terus, cerita dalam rubrik di sini gak akan disensor WKB. Kenapa? Biar kamu semua bisa bebas bersuara! Ya gitu? Iya! 

Ide dari sebuah tulisan itu benar-benar tidak bisa ditebak. Saya pun mendapat ilham untuk menulis ini di sela-sela kuliah Pajak Internasional. Sungguh sebuah sentilan yang cukup pedih bagi kita penerus di Kementerian Keuangan yang sedang dalam masa reformasi saat ini.



Kuli? Apasih yang pertama kali muncul dibenak kita? Pekerja kasar? Orang yang melakukan sesuatu dengan tenaganya? Yap, itu benar semua. Lalu apakah hubungannya antara kuli yang akan kita bahas kali ini? Here we go.

Kita semua tahu, bahwa kuli karena keterbatasan pendidikannya, maka mereka pun mengandalkan kekuatan fisik mereka untuk mencari nafkah. Tentu saja itu wajar, karena itu adalah kelebihan mereka. Dan seperti yang sering kita lihat, mereka sering kita lihat berada di perkebunan, persawahan, ataupun di kota besar sebagai pekerja kasar dalam pembangunan rumah. Tapi tahukah kalian, bahwa masih banyak kuli-kuli yang bekerja di Kementerian Keuangan? Ya, mungkin bahasan ini masih sangat rancu bagi kita semua. Bagaimana mungkin seorang kuli yang hanya bermodalkan tenaga bisa bekerja di roda ekonomi pemerintahan. Memangnya DPR? Oke, itu cerita lain lagi. Tapi kali ini, kejadian ini benar-benar terjadi dan ini merupakan sebuah kenyataan yang ada. Mengapa tidak? Biasanya, kalau para pekerja kuli itu, mereka hanya mengerjakan apa yang mereka suruh, dan berhenti jika memang sudah waktunya, dan jika lewat waktunya, jika tidak ada uang lemburnya, maka mereka pun langsung menyudahi begitu saja. Begitu juga dengan kuli-kuli di Kementerian Keuangan. Melakukan yang disuruh saja, dan sudah menutup pekerjaannya saat waktu masih menunjukkan pukul 16.30 hanya untuk mengantri di depan finger print untuk absen pulang. Tidak ada kesadaran akan target yang selama 4 tahun ini tidak pernah terpenuhi, dan tidak ada juga rasa bersalah akan tugas yang sudah ditutupnya, padahal mereka pun tahu bahwa tugas itu pun bisa selesai dalam waktu 10-15 menit lagi saja. Sungguh sangat ironis, hanya karena sebuah perasaan takut akan terpotongnya take home pay, maka mereka mengesampingkan kebanggan sebagai punggawa paling muka dalam pembangunan Indonesia. 

Sungguh, tanyakanlah kepada diri kalian. Apakah kalian ingin menjadi seorang kuli bagi bangsa ini? Apakah itu tujuan kalian saat kalian menginjakkan kaki dan menetapkan hati di Kementerian, oke, di Kampus Ali Wardhana ini? Masih ingatkah akan janji dengan tinta hitam yang kalian torehkan diatas lembar putih diatas materai 6.000 itu? "Saya, yang bertanda tangan dibawah ini, bersedia ditempatkan dimana saja di seluruh tanah air". Sebuah kata tersirat bahwa, kita sebagai seorang mahasiswa, siap untuk  memperjuangkan tanah air Negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam naungan Kementerian Keuangan demi Indonesia yang lebih baik. 

Tidak ada sedikitpun rasa saya sebagai pengarang untuk menggeneralisasikan para pegawai Kementerian Keuangan maupun teman-teman yang membaca. Saya hanya ingin berbagi pandangan, agar kita semua sadar, bahwa saat kita diberikan jabatan, itu merupakan amanah yang diberikan oleh rakyat kepada kita. Majukanlah Indonesia ini. Perbaikilah negeri ini. Maju terus Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 
Share this post

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Bukan Warta Kampus
Designed by BlogThietKe
Modified by Muh. Rahmatullah Barkat Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSS Comments RSS
Back to top